Desire.

tw // fluff, tears, nsfw, kiss, explicit mature content, bathroom sex.


Lan Wangji melumat bibir Wei Wuxian yang sedari tadi ia rasa terlalu banyak bicara.

Tangan kanan yang Wei Wuxian ingin gunakan untuk menamparnya, kini berada pada genggaman erat suaminya.

“Mmmhhh .. Ngghhh.. Lep— Ngggh .. Lepaaassh.”

Lan Wangji tidak mau melepaskan ciuman yang berangsur basah itu.

Tidak ingin berbohong pada hatinya. Ia pun sebenarnya juga merindukan Wei Wuxian kesayangannya.

Ia rindu untuk menyentuhnya. Rindu untuk memanjakkannya. Rindu untuk membelainya serta rindu akan semua perilaku manisnya.

Wei Wuxian merasa sesak.

Ciuman Lan Wangji terlalu manis dan tiba-tiba sehingga membuat dirinya tidak sanggup untuk menepisnya.

“Langhhh.. Lan Zh-nggh.. Lan Zhan!!!”

Akhirnya Wei Wuxian bisa bernapas dengan bebas. Ia berhasil melepaskan ciuman paksa itu.

Keduanya hanya saling menatap. Getaran hebat di dada mereka seperti bergemuruh ingin meronta. Mencabik segala rindu diantara mereka berdua.

“Kamu gila!!”

“Iya! Aku gila! Aku emang gila, Wei Ying.”

“Tch!”

Wei Wuxian hanya tak sanggup lagi berkata-kata. Jawaban Lan Wangji benar-benar memuakkan dirinya.

Ia seperti orang bodoh.

Tangannya dingin dan gemetar. Ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka. Berharap dengan membasuh wajahnya dapat menjernihkan pikirannya.

Namun, tidak di sangka-sangka Lan Wangji juga ikut masuk ke dalam kamar mandi minimalis yang berada di ujung Flat milik Wei Wuxian.

“Ngapain?! Pergi sana! Gak usah macem-macem.”

“Wei Ying. Maafin aku, aku mohon?”

“Udahlah. Semuanya cukup sampai sini aja. Setelah semuanya selesai aku urus, kita bisa pergi masing-masing dan tolong jangan ganggu aku lagi.”

Wangji tahu bahwa semuanya akan segera berakhir. Tapi sungguh, dia sangat mencintai Wei Wuxian.

Bahkan Wen Qing, tidak bisa menggantikkan sosok Wei Wuxian sampai kapanpun juga.

Bisa melihat lagi suami manisnya membuat dirinya sadar betapa ia sangat mencintai Wei Wuxian dan menginginkannya kembali.

“Wei Ying, waktu itu aku sibuk sama kerjaan aku. Wen Qing disana buat nemenin dan bantuin aku. Setiap hari aku di kantor, aku ngga bisa pulang. Aku bahkan gak kepikiran kamu karena mungkin kerjaan aku terlalu banyak. Yang aku lihat setiap menit cuma Wen Qing. Aku ..”

“Itu bukan salah aku, Lan Zhan. Aku selalu support kamu, kan? Aku bahkan gak pernah sedikit pun ganggu kamu saat kamu kerja. Tapi kenapa malah aku yang kamu giniin?”

Wei Wuxian menangis di hadapan Lan Wangji saat ini.

Rasa ingin berteriak dan melemparinya apapun benda yang ada disana sangat besar. Tetapi sekali lagi, hatinya seperti melarang.


Lan Wangji mencoba mendekat.

Ingin sekali dia memeluk Wei Wuxian-nya. Menenangkan amarahnya tapi semua itu malah menjadi satu tarikan dari tangan kirinya.

Ia menarik pinggang Wei Wuxian untuk lebih mendekat padanya kemudian sekali lagi mengecup bibir Wei Wuxian dengan indah.

Kali ini, ciuman itu lebih lembut di bandingkan sebelumnya.

Sudah lama keduanya menginginkan sentuhan ini.

Hasrat dan rindu yang saat ini menaungi keduanya kian terasa.

Tautan demi tautan bibir keduanya semakin gila.

Erangan-erangan kecil Wei Wuxian begitu samar menggoda.

Wei Wuxian jelas tak menginginkan ini. Dia hanya ingin lari.


“Nngghh.. Lanhh.. LanZhanh.”

Entahlah.

Erangan itu malah membuat Lan Wangji semakin gila.

Ia terus melumat bibir merah Wei Wuxian. Kali ini, ia coba gigit.

Darah terasa pada kecapannya. Wei Wuxian merasakan bibirnya begitu manis sekaligus perih. Tapi justru rasa perih seperti ini yang ia rindukan dengan Lan Wangji.

Lan Wangji meraba setiap inci tubuh Wei Wuxian. Ia tahu bagian mana saja yang akan membuat suaminya menegang dan melemah pasrah.

Tangan Lan Wangji berhenti tepat pada bongkahan pantatnya. Meremas lembut dengan tangan kanannya. Sedang tangan kirinya masih belum beralih dari pinggang ramping Wei Wuxian.

Wei Wuxian seperti mulai lengah. Ia harus menolak setiap sentuhan lembut suaminya.

“Jangh—an.. Langhh.. Lan Erhhg.. Ge..ge ..”

Wangji tetap saja meremas pantatnya. Tanpa seinci-pun melepas ciumannya.

“Er gege .. Sssstoph!”

Wei Wuxian sedikit meronta. Mencoba melepaskan tubuhnya dari dekapan Lan Wangji.

“Jangaaanh.. Pleassse.. Jangaanh..”

Lan Wangji sudah tidak bisa lagi menahan segalanya. Ia harus segera mengeluarkan apa yang ada dalam pikirannya.

Ia buka paksa apapun yang Wei Wuxian kenakan.

Sedang Wei Wuxian hanya terus merintih dan memohon di hadapannya.


Kini tubuh Wei Wuxian telah di telanjanginya.

Membungkam bibir Wei Wuxian dengan ciuman panasnya. Memasukkan perlahan lidahnya dan bermain di dalam mulut hangatnya.

Wangji sangat tidak sabar sampai dia harus membalikkan tubuh Wei Wuxian menghadap cermin yang menempel pada dinding kamar mandi, menyatu dengan wastafel di depannya.

Oh sial!

Posisi ini adalah posisi sex favorite mereka, dulu.

Dan kini, mereka melakukannya lagi.

“Liat Wei Ying. Liat di kaca itu. Kamu cantik banget. Kamu seksi. Kesayangan Lan Wangji.”

Kalimat itu. Pujian-pujian itu seakan membakar suhu tubuhnya.

Membuat getaran pada dadanya kian bergemuruh panas tak sabar ingin disentuh.


“Lan Er Gege .. Jangan. Jangan kaya gini ak—Nghhh”

Lan Wangji benar-benar memasukkan batang merahnya ke lubang mungil Wei Wuxian.

Membuat Wei Wuxian sedikit tersentak dan nyeri.

“Lan Er Geg—Nngghhh.. Ssshhitt.. Sssttoop.”

Kalimat-kalimat itu Wei Wuxian ucapkan sembari tangannya mencoba meraih batang Lan Wangji untuk ia lepaskan. Namun sayang, Tangan kekar Lan Wangji menahannya.

Tidak mungkin Lan Wangji akan membiarkan klimaksnya tertunda.

“Aku cinta kamu, Wei Ying. Kembali sama aku, hm? Mau, ya?”

Permintaan itu ia bisikkan tepat di telinga kiri Wei Wuxian.

“Kasih aku kesempat— Oh shittt! Kamu enak banget, Wei Ying.”

Wei Wuxian benar-benar panas dibuatnya. Ia sudah tak lagi punya kekuatan untuk melawan. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah; menikmati setiap sentuhan Lan Wangji.


Entah pikiran apa yang begitu saja datang secara tiba-tiba.

Pikiran dimana saat Wei Wuxian dimasuki oleh Lan Wangji, dia malah membayangkan Lan Wangji melakukannya dengan Wen Qing.

Sial! Dia seperti dibunuh oleh pikirannya sendiri.

Hatinya teriris lagi.

Matanya menangis lagi.

Ia menundukkan kepalanya. Mencoba menyembunyikan airmatanya dari Lan Wangji yang kini masih saja sibuk menghentakkan batangnya pada lubang panas miliknya.

Saat ini, apa yang ada dalam pikiran Wei Wuxian adalah;

Apakah seperti ini Lan Wangji melakukannya pada Wen Qing?

Apakah di kamar tidur atau kamar mandi?

Apakah Lan Wangji juga akan memuji Wen Qing seperti dia memujinya?

Apakah Lan Wangji juga melumati bibir wanita itu?

Entahlah.

Yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah mendesah dan menangis.

Tbc.