Menyerah.
Di tepian pantai berombak besar, berdiri sosok lelaki tinggi mungil, berparas cantik nan rupawan dengan kulit seputih berlian. Lelaki malang yang entah bagaimana hanya ingin menyerah.
Deru ombak sore ini terdengar begitu nyaman. Angin menerpa setiap helai rambutnya hingga memperlihatkan manis wajahnya yang mendung dan gelisah.
Menatap kosong kearah lautan lepas hampir 45 menit lamanya tanpa merasa lelah.
Dia berkata dalam batinnya;
“Kenapa Tuhan ngasih cobaan seberat ini ke gue? Apa dosa yang pernah gue lakukan di masa lalu juga seberat apa yang gue rasakan saat ini? Apa Tuhan pengen ngasih gue anugerah atau nestapa? Gue ngga tau. Yang gue tau, gue lelah.”
”Gue tau, diluar sana masih banyak manusia yang terluka. Masih banyak manusia yang berjuang akan dosa-dosa nya. Bukan gue satu-satunya orang yang hidupnya penuh luka. Pasti ada, pasti ada manusia yang putus asa dan coba mengakhiri hidupnya.”
“Kata orang Tuhan ngga akan ngasih cobaan yang umatnya gak akan bisa lalui? Bener ngga sih? Gue uda gak sanggup nanggung beban ini, tapi kenapa masih aja gue rasain? Anak ini, bukan gue gak pengen , tapi gue belum siap. Hidup gue masih berantakan, gue gak punya siapa-siapa buat di mintain bantuan, tapi kenapa? Kenapa dia ada?”
Hanya pertanyaan itu yang sejak beberapa menit lalu berputar dalam benaknya.
Perlahan menjauh dari bibir pantai. Seperti, mencari arah lain untuk berpijak. Entahlah, apa yang akan dia lakukan.
Langit seperti bersekongkol dengan hujan. Ombak seperti bersekongkol dengan cuaca.
Dia, yang sedari tadi berdiri di tepi pantai, berharap hujan turun menyeka airmatanya. Tapi ternyata, hujan tak kunjung ada.
Dia, yang sedari tadi berdiri di hadapan gemuruh ombak, berharap ombak akan menyapu tubuh lemahnya, juga tak kunjung ada.
Entahlah, apa lagi yang direncakan dunia?
Perlahan kaki kecil itu menaiki bebatuan terjal diujung sana. Dengan sengaja melepas alas kakinya dan membiarkan telapaknya berjalan terluka.
Ada sedikit goresan dan darah karena batu-batu tajam pada kedua telapak kakinya, tapi itu tak mambuatnya berhenti untuk melangkah.
Hingga, berhenti tubuh kecil itu tepat pada titik tertinggi. Berbicara seorang diri, menjatuhkan ponsel hitam miliknya pada batuan yang berduri.
Disana, sore hari ini. Dia sekali lagi berkata pada dunia, aku ingin pergi, aku tak ingin kembali.
Pada akhirnya, dialah yang menyerah. Menjatuhkan dirinya dengan menutup kedua mata.
Mengakhiri hidupnya tanpa menyisakan sebuah makna.
Suara hatinya pernah berkata;
Jika kali ini aku punya nyali. Aku akan melompat dan mengakhiri semua derita ini. Jika aku berhasil mati, maka hidupku benar-benar tiada arti.
FIN.