Peluk.

tw // mention of kissing


Iyan mempoutkan bibirnya saat Wangji datang. Dia terlihat sedikit pucat tapi tetap menggemaskan seperti bayi.

“Kenapa lama banget?”

“Iya maaf ya, tadi rada macet hehe.”

“Masa sih? Boong ya lo?”

“Apaan sih. Uda gak usah dibahas, sekarang kan gua disini.”

Weiwuxian hanya diam. Dia masih sedikit kesal karena Wangjinya terlambat datang.

“Coba sini liat, masih demam apa engga?”

Iyan masih tetap diam diatas kasur empuknya. Sambil memegangi selimut hangatnya yang menutupi hingga ke jengkal pinggangnya.

Dia menolak untuk bergerak. Hingga akhirnya Lan Wangji lah yang harus menghampirinya diatas ranjang.

Sambil memegang dahi Weiwuxian ia berkata, “Pusing ngga? Ini lumayan tinggi sih demamnya. Lo kenapa bisa sakit?”

“Gak tau. Kecapean kali. Lagian beberapa hari ini gue sering keluar terus pulangnya malem, sempet kena hujan juga.”

“Makanya, istirahat. Jangan keluar mulu.”

“Ya gimana, uda punya pacar sih. Diajakin keluar terus ya mau lah gue.”

Wangji diam. Dia bingung harus bereaksi apa. Terlebih lagi, topic yang dibahas Iyan adalah jelas si San Lang.

Iyan menyahut lagi, “Ji, mau di peluk. Gue kedinginan. Gak enak banget sakit.”

Sambil sedikit merengek, Iyan menarik-narik manja baju Wangji. Isyaratkan Wangji untuk segera memeluknya.

“Yauda sini. Gua peluk yang erat.”

Keduanya berpelukan diatas ranjang. Batin dan pikiran Wangji seperti terbentang, ia katakan dalam hatinya,

Gua sayang banget sama lo, Iyan. Lo kaya gini gua mana bisa tahan. Yang ada gua malah makin gila sama lo.

Memeluk seseorang yang selalu ia damba seperti ini adalah hal yang paling bahagia untuknya. Ingin rasanya Wangji merebut dan menjadikan Iyan satu-satunya miliknya.

Tapi tidak, Wangji tidak mungkin melakukannya.

Waktu seakan membuyarkan cuitan-cuitan gila dalam pikirannya. Karena tiba-tiba saja kepalanya begitu terasa sakit dan menyiksa. Seperti urat-urat dalam otaknya sedang ditarik paksa. Seperti ada yang memalu kepalanya.

Begitu sakit dan nyeri. Hingga Wangji tak sengaja berdecik lirih,

“Aahh ...”

Dan sudah jelas, Weiwuxian pasti mendengarnya.

sambil memegangi kepalanya, ia juga merasa pandangannya sedikit kabur.

“Ji, lo gapapa?”

Wangji hanya diam. Dia diam sejenak menahan rasa sakit di kepalanya.

“Ji, lo kenapa? Jangan bikin gue khawatir.”

“Engga, gua gapapa.”

“Beneran? Lo aga pucet tapi. Gue jadi khawatir tau. Lo sakit?”

“Gua bilang gua gapapa. Gak usah bawel ya, Iyan.”

“Tap—Mmmpphh.”

“Enghh—Hmmggh.”


Wangji, menciumnya.

Yah, mencium Weiwuxian secara tiba-tiba agar temannya itu tidak terus menerus bertanya.