Sebuah kesempatan.


Lan Wangji datang dengan membawa Mobil Luxury hitam miliknya.

Sesegera mungkin ia memarkirkan mobilnya dan pergi menuju lantai atas kamar Wei Wuxian.

Memasuki Flat bernuansa putih itu. Membunyikan bel dua kali sampai akhirnya sosok yang ingin sekali ia temui terlihat jelas di depannya.

Parasnya masih tetap cantik. Meskipun dia adalah lelaki, tapi keindahan serta ke-ayu'an Wei Wuxian tidaklah bisa pudar.

Hitam legam rambutnya sangat berkilau. Matanya begitu tulus. Tubuhnya begitu putih nan ramping yang jika di lihat mungkin akan seperti Malaikat tanpa sayap.

Lan Wangji merasa sedikit canggung dan gemetar. Detak jantungnya begitu terdengar di telinganya.

Tempat ini, Flat ini sangat nyaman.


Di depannya, adalah sosok suami yang selama ini sudah ia rindukan. Lan Wangji-nya, Lan Zhan-nya, Lan Er Gege-nya.

Ah sungguh, Wei Wuxian teramat sangat rindu padanya.

Balutan Tuxedo putih yang Lan Wangji pakai saat ini, dia masih ingat betul. Itu adalah Tuxedo pemberian Wei Wuxian saat mereka masih bersama.

Ruar-ruar wangi yang di hirupnya adalah aroma Sandalwood dari tubuh Lan Wangji. Aroma ini, aroma kesukaannya. Aroma ini, adalah candunya.

Apa yang ia lihat di hadapannya adalah, sesungguhnya adalah miliknya.


Keheningan itu pecah saat Lan Wangji berbicara.

“Wei Ying, boleh aku masuk?”

Wei Wuxian masih diam. Dia berfikir sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya.

“Tempat yang bagus.”

“Jadi, apa yang mau kamu jelasin?”

Lan Wangji perlahan menghela napas. Bersiap untuk mengatakan yang sejujurnya.

“Maaf. Maafin aku, Wei Ying.”

“Itu aja?!”

“Aku salah. Aku uda berhubungan sama Wen Qing cukup lama dan aku..”

Wangji mencoba melanjutkan.

“Aku tunangan sama dia. Dan aku .. Aku tinggal sama dia. Disini. Tempat yang kamu datangi waktu kamu pertama kali dateng kesini, itu rumah aku yang aku beli buat Wen Qing. Maaf!”

GILA. Memang Lan Wangji gila.

Wei Wuxian hanya tahu tentang hubungan gelapnya dengan Wen Qing. Selebihnya, tentang tunangan dan rumah itu, dia benar-benar tidak tahu.

Dia merasa bodoh sekarang.


Rasa sakit yang belum hilang itu tiba-tiba terasa kembali. Bertambah dan terus bertambah saat ia mendengar segala penjelasan gila dari suaminya.

Tetapi Wei Wuxian mencoba menahannya. Air mata beningnya tidak akan dengan mudah jatuh di depan Lan Wangji.

Meskipun setiap penjelasan dari Lan Wangji membawa luka. Ia akan tetap tahan.


“Aku balik ke China bukan berarti aku bakalan diem aja. Aku akan urus semuanya. Perpisahan kita. So, kamu bisa bebas ngapain aja sama dia.

Wei Wuxian mencoba tegas meskipun kalimat itu seperti menggores lidahnya.

“Wei Ying. Kasih aku kesempatan, ya?”

Wei Wuxian semakin gila di buatnya.

“Hah? Kesempatan apa? Aku udah kasih kamu kesempatan kan? Aku kasih kamu kesempatan buat terus berhubungan sama dia, udah kan?”

Bukan. Bukan itu yang di inginkan Lan Wangji.

“Aku mau kesempatan itu kamu. Bukan Wen Qing.”

“Gila kamu. Lan Zhan, udah cukup.”


Lan Wangji benar-benar membuatnya gila. Sakit di hatinya semakin berantakan setelah mendengar keinginan suaminya.

“Aku ngga bisa! Aku uda cukup sakit sama semua ini. Kamu hianati aku. Kamu nyakitin hati aku. Kamu ngga tahu gimana rasanya jadi aku saat itu. Saat dimana—”

Wei Ying hendak menceritakan segalanya, tapi hati dan lidahnya seakan kaku dan mati rasa.

“Wei Ying. Boleh aku peluk kamu, hm?”

Wei Wuxian seketika mendongakkan wajahnya kearah Lan Wangji.

Bisa-bisa-nya manusia di depannya ini ingin memeluk tubuhnya di saat semua amarah ingin sekali dia luapkan?

Rasa ingin menampar pipi Lan Wangji ada begitu besar. Tetapi, sebelum tangan lembut Wei Wuxian menyentuh pipinya, Lan Wangji lebih dulu telah melumat bibirnya.

Tbc on Privatter.