Keren, fabulous, luar biasa .. Chengzhu.
Tidak butuh waktu lama untuk He Xuan sampai pada Mention megah bergaya classic milik Hua Cheng.
He Xuan sangat tahu letak setiap bilik jalanan menuju ke tempat Hua Cheng. Hanya butuh 20-25 menit, tidak lebih atau kurang dari itu.
Memarkirkan mobil mercedes benz miliknya dan segera menuju ke kamar Hua Cheng. Seperti biasa, cukup dengan satu kali ketukan dia sudah dengan bebas membuka pintu besar di hadapannya itu.
Menampilkan sosok Hua Cheng, Bos Mafia terkenal, ternama, dan terkaya di seluruh penjuru dunia. Ah tidak, bukan penjuru dunia. Tapi memang, Hua Cheng sebegitu kaya nya sehingga semua orang ingin sekali bertemu, berbisnis, dan bahkan menjalin asmara dengannya.
Tapi sayang, Hua Cheng adalah Hua Cheng. Tidak mudah membuatnya luluh. Satu-satunya manusia yang bisa membuatnya luluh akan sesuatu adalah He Xuan.
He Xuan; adalah teman masa kecil Hua Cheng. Keduanya bertemu kembali tanpa bisa di ceritakan. Hingga dalam waktu pertemuan itu keduanya mulai berinteraksi kembali. He Xuan menjadi satu-satunya teman yang paling mengerti Hua Cheng.
Karena satu dan lain hal yang tidak bisa dijelaskan, He Xuan saat ini bisa di bilang, mau melakukan segalanya karena apapun yang dia butuhkan, termasuk uang, akan selalu di penuhi oleh Hua Cheng.
Sebanyak apa dan semendadak apapun keadaannya, Hua Cheng tidak akan mempersulit dirinya jika masalahnya adalah uang. Itulah kenapa He Xuan lebih baik menjadi segala yang di butuhkan Hua Cheng daripada harus membayar hutang-hutangnya pada sosok yang ia panggil Chengzhu.
Hua Cheng berdiri menghadap jendela di kamarnya, cahaya matahari masuk mengenai irish-nya. Sambil mengancingkan Jas hitam miliknya ia berkata pada He Xuan, “Lama. Bayar utang lo sini.”
“Apaan. Tepat waktu ya, gak usah ngaco.”
“Menurut lo, gue gimana?”
“Biasa aja.”
Jawaban itu membuat Hua Cheng menoleh tepat kearah He Xuan. Tentu saja dengan sedikit tatapan mautnya.
“Keren, fabulous, luar biasa .. Chengzhu.”
Kalimat itu hanya di balas dengan hirauan yang biasa Hua Cheng lakukan pada He Xuan.
“Hari ini gue ada rapat penting sama Jun Wu. Lo tau kan Jun Wu orang yang santai tapi sebenernya dia agak licik.”
“Hm.”
“Siapin mobil. Yang Audi, yang baru gue beli kemarin lusa.”
“Okay, bos.”
“Satu lagi, tolong fotoin gue.”
“Dih. Ngapain anjir segala di foto?”
“Mau fotoin apa bayar utang aja?”
“YAELAH CHENG. IYA SINI GUA FOTOIN ELAH BAWEL LU NGANCEM-NGANCEM.”
“HAHAHAHAHA.”
“Foto yang bagus. Jangan ada yang jelek karena gue gak punya kejelekkan sama sekali.”
He Xuan yang sudah biasa mendengar jokes itu, hanya bisa memutar bola matanya tanpa tersenyum.
“Kenapa lo? Muka lo gak enak banget.”
“Gapapa.”
“Senyum. Jangan sengak kalo di depan gue.”
“Okay, bos.”