The blue ocean; Afterlife. III


Saat ini — Lagu.

Aku seperti kehilangan diriku. Kepalaku penuh dengan keindahan dirinya. Hatiku serasa ingin selalu bertemu dengannya, menatap surai indah wajahnya. Pertahananku seakan melemah jika aku terus memikirkan dirinya.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupku, aku memikirkan oranglain selain Ibuku. Ibuku, satu-satunya manusia di dunia yang aku pikir paling mengerti diriku, selalu bisa memelukku, menenangkanku, dia segalanya bagiku.

Dia adalah satu-satunya alasanku mempertahankan hidup. Dia juga alasanku untuk mati. Saat dia meninggalkanku, dunia seakan runtuh. Aku tak lagi sanggup bernafas, aku tak lagi bisa memandang dunia. Itulah mengapa aku selalu ingin bertemu dengannya, di surga.

Itulah mengapa aku selalu ingin mendekapnya, memeluknya dan mengatakan padanya aku rindu padanya.

Bodoh, aku menganggap bahwa jika aku mati aku akan bertemu lagi dengannya di surga.

Tapi ternyata, surga belum menginginkanku menemuinya.

Malah sebaliknya, aku bertemu dengannya. Aku bahkan memberinya nama, dan sekarang aku malah membuatkan dirinya sebuah lagu yang hanya kita berdua yang tahu.

Aku ingat namanya, Weiying. Nama yang indah, nama yang cantik secantik parasnya.

Walaupun aku bertemu dan menatap wajahnya, tapi aku belum sempat melihat sosok sebenernya dirinya. Aku ingin melihatnya, sepenuhnya.

Aku tahu, aku yakin bahwa tubuhnya akan sama indahnya dengan bentuk wajahnya.

Dia begitu indah.

Lagu ini akan aku nyanyikan di tepi lautan, seperti saat sebelumnya. Inilah caraku untuk yakinkan dia bertemu lagi denganku.

Malam ini bintang begitu terang, bulan pun memberikan bayang-bayang di setiap langkahku menuju lautan.

Sepertinya malam ini aku bisa melihatnya dengan bentuk sempurna.

Weiying, tunggu aku datang. Lagu ini, kau pasti akan suka.


Semilir angin malam ini terasa menusuk hingga ujung tulangku. Hembusan angin seperti menerpa setiap helai rambutku. Sinar bulan dan bintang seperti mendukungku dari ribuan mil jarakku. Mereka seperti menantikan pertemuanku dengan dia malam ini.

Akankah dia datang? Ingin sekali aku bertanya pada bulan. Akankah dia ingat? Ingin pula kutanyakan hal itu pada bintang.

Semua isi pikiranku itu terus saja berjalan menemaniku menuju dirimu. Hingga sampai pada sisi laut, dan mulai ku nyanyikan lagu itu.

Aku berkata dalam pikiranku, “Seperti janjimu. Datang dan temuilah aku, aku bawakan sebuah lagu.”

Lan Wangji bernyanyi. Dengan iringan suara angin bertiup malam itu, dia lantunkan lirik-lirik lagu ..


Dasar lautan.