True Love Story.
Suara deruan ombak senja itu sangat menenangkan. Tepian-tepian batu karang masih saja basah karena pasang surut air laut. Hawa dingin yang masuk kedalam pori-pori tubuh tidak terasa dingin sama sekali. Malah, membuatnya tetap tenang berada disana tanpa dia merasa ingin pulang dan kembali.
“HAHAHAHA .. LAN ZHAN DISINI, AKU DISINI, KEJAR AKU.”
Suara merdu itu datang dari seorang lelaki cantik yang sedang melambaikan tangannya pada kekasihnya, Lan Wangji.
“WEI YING, JANGAN LARI. NANTI JATUH.”
Sangat menyayanginya. Lan Wangji teramat sangat mencintai kekasihnya, Wei Wuxian atau yang selalu ia panggil Wei Ying.
Mereka saat ini sedang berada di tepi lautan. Bermain dan saling mengejar. Senja kala itu sangat sendu. Suasana laut dan suara ombak seperti menjadi saksi nyata bagaimana keduanya terlihat sangat mencinta dan bahagia.
Lan Wangji berhasil menangkap kekasihnya. Dia kemudian memeluknya sangat erat. Begitu erat sampai rasanya sesak. Tapi Wei Wuxian suka.
“Lan Zhan, jangan erat-erat kalo meluk. Sesak tau.”
“Biarin. Aku mau meluk Wei Ying seerat yang aku bisa. Aku cinta Wei Ying. Engga mau jauh-jauh. Mau deketan terus.”
Lan Wangji menjawab dengan begitu manis dan manja. Wajah tampannya begitu dekat dengan pipi kiri Wei Wuxian.
“Wei Ying, jangan pernah pergi dari aku, dari hidup aku. Kalo kamu pergi, aku bisa mati.”
Kalimat itu sangat lucu di telinga Wei Wuxian. Dia tertawa kecil, kemudian menggodanya.
“Hahaha.. Lan Zhan oh Lan Zhan.. Gimana aku bisa ninggalin kamu? Aku ngga bisa ninggalin dunia aku. Nanti dunia aku bisa runtuh.”
Lan Wangji sangat terpukau akan jawaban itu.
Dunia? Wei Ying benar-benar menganggap dirinya adalah Dunianya?
Itulah yang kini ada di pikiran Lan Wangji.
“Wei Ying, lihat aku.”
Wei Wuxian membalikkan badannya. Menghadapkan wajah cantiknya tepat di hadapan Lan Wangji-nya.
“Wei Ying, aku janji aku akan selalu cinta sama kamu. Aku mau jadi dunia kamu, aku mau jadi dunia yang paling indah buat kamu. Nikah sama aku, mau, ya?”
Wei Wuxian sangat terkejut. Satu kalimat yang baru saja dia katakan pada Lan Wangji, tidak di sangka-sangka bisa membuat dirinya begitu bahagia.
Matanya berkaca-kaca. Dia mulai menangis, air mata bahagia itu lepas begitu saja mengalir lambat di kedua pipinya.
“Mau!! Aku mau nikah sama kamu. Aku mau jadi isi dunia kamu. Aku mau Lan Zhan. Aku mau Er Gege.”
Kemudian mereka berpelukan.
“Wei Ying, maaf. Aku cuma bisa ngomong kaya gitu tanpa ngasih kamu sesuatu. Pulang dari sini nanti, kita ke toko perhiasan. Kita beli cincin yang paling indah buat jari kamu. Ok?”
Hanya di jawab anggukan pelan oleh Wei Wuxian.
Mereka berpelukan tanpa melupakan sebuah ciuman.
“Wei Wuxian!!! Bangun!! Hey, bangun gak. Ini udah sore banget ayo waktunya balik.”
Suara itu, suara itu membuyarkan ingatannya.
“Jiang Cheng.. Bentar dulu.”
Jiang Cheng yang tadinya memanggil namanya dari jauh, mulai datang mendekat. Duduk di sebelah Wei Wuxian yang saat ini sedang merebahkan tubuhnya di pinggir lautan sambil menatap langit senja.
“Udah, semuanya bakalan baik-baik aja. Yang uda pergi ngga akan bisa kembali.”
“Dia balik Cheng. Dia selalu dateng ke mimpi gue. Setiap kali dia dateng, dia selalu bilang cinta sama gue. Kadang sambil nangis dia bilang gitu.”
“Terus, apalagi?”
“Gitu doang sih. Setelah dia bilang gitu, terus ngilang lagi. Gitu terus selama 7 hari ini.”
“Itu tandanya dia kangen sama lo. Kesana gih. Gue temenin.”
“Beneran lo mau nemenin?”
“Iya bener. Gue temenin sampe lo kelar nangis. Kaya biasanya.”
Wei Wuxian hanya bisa memandang Jiang Cheng dengan rasa haru. Dia sangat berterima kasih pada sepupunya itu.
Sambil berkaca-kaca dia menjawab;
“Oke. Pulang dari sini kita langsung kesana. Gue kangen. Gue pengen meluk dia.”
“Iya iya. Sekarang aja gimana? Mau gak? Keburu malem. Ngga baik ke makam malem-malem.”
Kalimat itu hanya di jawab dengan airmata dan anggukan manis Wei Wuxian.
Jiang Cheng tidak bisa berbuat lebih. Dia sangat ingin mendekap Wei Wuxian. Dia ingin sekali memeluknya, mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Mengatakan betapa Jiang Cheng sangat menyukainya. Tapi semua rasa itu tidak bisa lagi dia ucapkan kembali.
Jiang Cheng masih ingat bagaimana dulu saat dia mengatakan segala rasa yang ia punya untuk Wei Wuxian.
“Gue tau gue ngga akan bisa jadi Lan Wangji. Tapi ijinin gue buat selalu ada buat lo. Nyeka airmata lo, meluk lo, dan ..”
“Apa?”
“Gue suka lo, Wei Wuxian.”
Masih teringat jelas suasana malam itu, malam dimana Jiang Cheng pernah mengutarakan isi hatinya pada Wei Wuxian. Tapi Wei Wuxian hanya memberikan satu kalimat jawaban.
Kalimat itu;
“Maaf, Cheng.. Gue masih pengen setia.”
Jiang Cheng tahu, kalimat itu masih di tujukan untuk Lan Wangi. Lan Wangji yang meninggal 3 tahun lalu karena kecelakaan mobil saat hendak menghadiri pernikahannya sendiri.
Lan Wangji, satu-satunya dunia untuk Wei Wuxian. Dunia yang sudah hilang walaupun tidak akan pernah runtuh. Dunia dimana akan selalu ada Wei Wuxian di dalamnya.
Selamanya seumur hidupnya.
FIN.