Best birthday, ever.
tw // angst , mcd
Hujan di penghujung bulan Oktober kian terasa deras. Disana, di sebuah kamar bernuansa hitam dan merah tengah disiapkan kue kecil berukuran 10cm dengan lilin berbentuk angka 20.
Sosok lelaki tampan nan rupawan tengah duduk menanti kekasih hatinya yang kini sedang berulang tahun.
Tak lama, lelaki cantik itu datang. Perlahan membuka pintu kamar dengan sebuah seru sambutan.
“Happy birthday, happy birthday, Weiying.”
Berjalan mendekat lalu meraih kedua tangan kekasihnya.
“Waw, apaan nih? Kue? Lilin? Terus itu, kado? Buat gue?”
Tanya lelaki mungil itu begitu cakap dan terlihat dari iris matanya, dia bahagia.
“Mn, buat kamu. Aku ngga bisa ngasih surprise yang mewah. Cuma bisa nyiapin kue kecil murah dan sekotak hadiah ini. Coba buka, semoga kamu suka.”
Tangan besar meraih kotak berwarna hitam keemasan itu. Memberikannya pada kekasihnya untuk di buka. Dengan harapan, segala rasa cinta dan kasihnya diterima.
“Ya Tuhan. Apaan nih? Cincin? Buat gue?”
“Iya, buat kamu. Hadiah buat kamu. Suka ngga?”
“Suka! Gue suka banget. Wangji, makasih banyak buat semua ini. Kado dan surprisenya. Gue bahagia banget.”
Berpelukan adalah cara terhangat untuk sepasang kekasih mengisyaratkan betapa bahagia dan bersyukurnya mereka memiliki cinta satu sama lain.
Memasangkan cincin hitam dengan balutan permata itu pada jari manis kekasihnya. Mencium kening hangatnya, memandangnya, dan terakhir mencium ranum bibirnya.
Terasa lembut diawal, terasa manis nan hangat. Hingga sesuatu yang berbeda dirasakan keduanya.
“Weiying, kenapa berdarah?”
“Huh, engh, engga tau. Kenapa ya?”
“Aku ngga gigit bibir kamu. Kenapa kamu keluar darah? Kamu ngga apa-apa kan?”
“Aku? A-aku .. Aku ..”
Gelap. Semuanya tiba-tiba gelap. Mata indah yang tadi di pandangnya mulai sayu terpejam. Tubuh yang baru di sentuhnya, tiba-tiba jatuh di genggamannya. Kenapa?
Kenapa Weiyingnya? Kenapa dia tiba-tiba hilang arah? Kenapa dia tiba-tiba memejamkan mata? Kenapa dia lemah? Tidak seperti biasanya.
“Weiying, bangun. Hey, bangun. Jangan pura-pura gini dong ngga lucu. Buka mata kamu, buka please. Mau aku marah? Weiying!! Buka ngga?? Hey??”
Dunianya, alasannya, cintanya, rindunya, hidupnya, kekasihnya, Weiyingnya, masih memejamkan mata.
Di dalam sebuah ruangan bernuansa putih itu, hanya terdengar suara detak jantung pada alat medis yang di letakkan di samping ranjang.
Tubuh indah nan mungil itu kini terbaring lemah dengan wajah pucat dan bibir tertutup.
Entah apa yang ada dibenak pria besar disana. Yang jelas, hancur. Dia seperti mati rasa. Bingung bagaimana harus menangis dan menahan airmatanya.
Dokter mengatakan; Kanker Hati yang diderita kekasihnya sudah mencapai stadium akhir. Yang artinya, Tuhan pun bisa mengambil nyawanya kapan saja. Pasrah, hanya itu yang saat ini dia rasa.
Diam, sunyi. Hanya terdengar suara batinnya. Hanya dia, yang sanggup berkata di dalam hatinya.
“Kenapa? Weiying, kenapa kamu diem aja? Kenapa kamu ngga bilang kalo kamu sakit? Kenapa kamu tega? Kalo uda kaya gini gimana? Aku gimana? Jangan ninggalin aku. Aku ngga mau. Kamu harus sembuh! Kalo engga, aku bakalan hancurin dunia. Aku benci! Aku benci kalo harus kamu yang sakit begini. Kenapa ngga aku aja? Kenapa kamu? Kenapa kita? Aku pengen marah. Tapi, ke siapa?”
Terisak. Tak bisa menahan lebih lama pilu hatinya, airmatanya.
Hingga suara parau terdengar tiba-tiba.
“W-wangji, m-maaf.”
“Weiying!! Kamu sadar? Please jangan banyak ngomong dulu, ya? Diem. Istirahat aja, Ok?”
“M-maafin aku, aku ngga cerita apa-apa, sampe akhirnya kaya gini. Maaf, maafin aku.”
“Ssstt, diem. Istirahat aja. Aku pengen kamu sembuh. Soal penyakit kamu aku ngga masalah. Udah, istirahat ya. Aku temenin kamu disini.”
“Wangji, makasih hadiah ulang tahunnya. Makasih cincinnya. satu tahun kita pacaran, kamu selalu ngasih aku hal-hal yang indah. Dan ini hadiah terindah yang pernah aku punya. Maafin aku ngga bisa jadi pacar yang baik dan bahagian kamu.”
“Diem. Udah.”
“W-wangji, dengerin aku. Aku sayang banget sama kamu, aku cinta banget sama kamu. Aku mau nikah sama kamu, tapi. Tapi maaf, rasanya kaya Tuhan pengen aku jagain kamu aja. Jagain kamu dari jauh. Aku ngerasa kaya gitu.”
“Kamu bisa diem engga? Tidur aja mendingan, ya? Jangan ngomong dulu.”
“Hm, aku emang ngerasa ngantuk banget. Pengen tidur. Tolong, genggam tangan aku. Temenin aku tidur, ya?”
Menggenggam kedua tangan itu dengan erat. Memandang ranum wajah pucat pasi itu dengan tulus. Kekasihnya, ingin tidur.
“Weiying, tidur yang nyenyak ya, sayang. Aku bakalan tetep disini, sampai kamu bangun.”
Nyatanya, tidak ada lagi suara. Tidak lagi bisa terbangun. Weiying, telah menutup mata. Menutup kedua mata indahnya, untuk selama-lamanya.
FIN.