End Of Us.
tw // mcd , last moment , nsfw , separation , death of loved ones.
Malam itu terasa begitu hangat. Dengan kehadiran Shi Wu Du yang begitu menenangkan hati, Pei Ming menopang tangan kiri Shi Wu Du dengan tangan kiri miliknya. Sedang tangan kanan nya melingkar pada pinggang ramping nan sempit milik kekasihnya itu.
Berjalan perlahan menaiki tangga hingga masuk dalam ruang kamar minimalis milik Pei Ming.
Seolah-olah sedang memapah seorang Pangeran. Pei Ming begitu berhati-hati. Dan senyum tipisnya yang sesekali terlihat saat dia sedikit menolehkan wajah tampan nya pada kekasih di sampingnya itu sedikit terlihat.
“Pelan-pelan aja. Aku gak akan biarin kamu jatuh. Pegang tangan aku yang erat. Ok?”
“Kenapa sih? Aku bisa jalan sendiri. Kenapa harus di tuntun kaya orang sakit?”
Karena kamu memang sakit. — Batin Pei Ming.
Pei Ming hanya tersenyum dan membalas, “Aku pengen kaya gini. Aku pengen memperlakukan kamu kaya Pangeranku. Pangeran yang paling aku cinta.”
Shi Wu Du sedikit tersentak, “Oh? Sekarang uda cinta ya sama aku?”
“Ngga keliatan ya?”
Tentu saja, pertanyaan balik itu hanya di pandang oleh Shi Wu Du tanpa ada jawaban.
Sambil mendudukkan Shi Wu Du ke kasur empuknya, Pei Ming berkata, “Aku tau. Cinta aku ke kamu belum sebesar cinta kamu ke aku. Tapi aku janji, itu akan bertambah terus terus dan terus. Sampe kamu bisa ngerasain itu.”
Yang ini pun, hanya di balas dengan senyuman tipis oleh Shi Wu Du.
Entah apa yang Shi Wu Du pikirkan. Tapi, sungguh. Rasanya saat ini waktu akan berjalan sangat singkat.
Entah apa yang akan terjadi. Baik Shi Wu Du maupun Pei Ming seperti telah mempersiapkan diri untuk sebuah rasa kehilangan yang besar. Mereka seperti, sudah siap satu sama lain.
Disana, di kamar minimalis milik Pei Ming. Telah duduk seorang laki-laki berwajah pucat dan sedikit lemah. Ya! Itu, Shi Wu Du.
Terlihat ada sedikit keraguan saat ini. Entah ragu siapa yang akan memulai pembicaraan atau ragu apa yang harus di lakukan.
Untungnya Pei Ming cukup tidak sabar, sehingga dia lah yang memulai sebuah gerakan.
Memegang kedua tangan Shi Wu Du dan berkata, “Shi Wu Du, dengerin aku. Ngga peduli seberapa lama aku bisa jatuh cinta, ngga peduli seberapa lama aku atau kamu hidup, itu semua ngga akan buat aku ngurangin rasa cinta aku ke kamu. I love you, I really love you. With all my heart.”
Shi Wu Du tersenyum, berkaca-kaca dan berkata, “I love you more. Since the first time we met, till the death of me. Trust me.”
Keduanya duduk berhadapan begitu dekat. Setelah mendengar itu, Pei Ming menempelkan keningnya pada kening Shi Wu Du. Kemudian berkata, “I trust you. I love you, more. More more and more, Shi Wu Du.”
Shi Wu Du menangis. Air mata itu tidak lagi bisa ia bendung. Jauh di dalam hatinya, saat dia mendengar Pei Ming mengatakan bahwa dia mencintainya, dia benar-benar terharu. Dia benar-benar merasa penantiannya selama ini tidak sia-sia.
Pei Ming mengecup keningnya. Turun perlahan hingga ke kedua matanya, kini pangkal hidungnya, pipinya, dagunya, dan terakhir jatuh pada bibir manisnya.
Kecupan lembut dari bibir Pei Ming kini sedikit terbuka. Membuat Shi Wu Du sedikit gemetar karena belum terbiasa.
Meskipun begitu, dominasi kecupan Pei Ming begitu indah. Tidak sulit untuk Shi Wu Du mengikutinya dan bergerak terbuka.
Kini kecupan itu terasa begitu dalam. Dengan kedua mata mereka saling memejam. Memagut setiap inci bibir masing-masing dengan indah.
Baik Pei Ming maupun Shi Wu Du, keduanya sangat menikmati ciuman itu. Hingga tanpa sadar Shi Wu Du membuat sedikit erangan. Membuat hasrat Pei Ming sedikit naik tapi masih bisa di tahan.
Tapi tidak saat Shi Wu Du sendiri lah yang membuat segalanya menjadi semakin berantakan.
Di tengah-tengah ciuman itu, Shi Wu Du tanpa sadar mengerang, “Engh..”
Membuat Pei Ming menjadi sedikit liar.
Degupan kencang di dada Shi Wu Du tidak lagi bisa di sembunyikan.
Shi Wu Du melepas tautannya dan berkata,
“Pei Ming, aku mau.”
“Mau apa, hm?”
Tidak ingin berbohong pada dirinya sendiri bahwa Pei Ming juga menginginkannya.
“Sentuh aku.”
“Emang boleh?”
“Hm. Boleh. Sentuh aku. Dimana pun yang kamu mau.”
Pei Ming hanya merasakan hatinya bergetar. Tidak tau harus memulai sentuhan itu dari mana. Sampai pada akhirnya,
“Disini. Kaya gini. Sentuh kaya gini.”
SIAL!
Shi Wu Du benar-benar membuatnya gila.
Shi Wu Du memegang kendali tangan kanan Pei Ming. Mengarahkan pada bibirnya lalu kemudian tepat berhenti pada dadanya. — Ah tidak, bukan dada tapi jantung.
Dia berkata, “Pei Ming, kamu bisa ngerasain detak jantung ini kan?”
Pei Ming tidak menjawab. Sebagai gantinya, dia hanya mengangguk.
“Disini. Ada kamu. Cuma kamu. Sejak awal sampai sekarang akan selalu ada kamu. Ada nama kamu, ada Pei Ming.”
Entahlah. Detik itu rasanya seperti detik terakhir. Kalimat itu terdengar seperti sebuah kalimat perpisahan.
Ya memang. Itu memang perpisahan. Kata perpisahan yang keduanya sama-sama tahu, tapi dalam diam.
Pei Ming gila.
Pei Ming tidak bisa lagi menahan segala rasa. Hanya ingin memeluk hangat kekasihnya, menggenggam erat tangannya, dan menyandarkan tubuhnya pada dirinya. Menikmati setiap detik terakhir bersama cintanya.
Entah sejak kapan keduanya membuka setiap inci pakaian pada tubuhnya. Entah bagaimana keduanya bisa berada pada ranjang yang sama tanpa sehelai pun benang menempel pada lekuk tubuhnya.
Kini hanya ada Pei Ming yang berada diatasnya. Mata indah Pei Ming terus saja memandang wajah indah dan pucat milik kekasihnya, Shi Wu Du. Dan detik selanjutnya, kedua benda tipis tapi lembut itu berdecap perlahan hingga membuat beberapa erangan.
“Ngh ..”
“Angh ..”
Tentu saja. Itu suara erangan Shi Wu Du.
Shi Wu Du berhenti. Dia sedikit mendorong dada Pei Ming untuk memberikan dia tempat untuk bernapas dan berbicara.
“Pei Ming, aku cinta kamu.”
“Aku tau.”
“Pei Ming ...”
Seolah-olah mengerti. Pei Ming tidak lagi menahan hasratnya. Tentu saja dia akan memasuki laki-laki dibawahnya.
“Okay. Tapi dibawah selimut ya. Pake selimut. Aku gak mau kamu kedinginan.”
Shi Wu Du terharu sampai dia berkaca-kaca. Wajah pucatnya terlihat lebih tampan, memerah dan cantik. Sangat cantik!
Tubuh keduanya sudah berada dibawah selimut. Rasa hangat dan cinta mereka kini mendominasi suasana. Seakan mendukung keduanya untuk segera bercinta.
Pei Ming mengecup keningnya. Dan turun ke lehernya. Lalu menciumi setiap jengkal tubuh Shi Wu Du. Dan tanpa sadar ia mengerang, “Ngh ..”
Pei Ming mendengarnya, “Kalo sakit, bilang ya. Biar aku bisa berhenti.”
“Ngga akan sakit. Aku bisa tahan.”
Pei Ming mulai memasukkan batang merah miliknya pada lubang kecil milik Shi Wu Du. Perlahan-lahan masuk, sambil kedua tangan nya mengangkat kedua kaki Shi Wu Du.
Mencoba untuk mengeluar masukkan batang besar itu tanpa harus menyakiti Shi Wu Du.
“Ngh.. Iyah.. Disitu.”
“Suka?”
“Sukah.. Lebih.. cepet lagi.. Ngh.”
“Ahh..”
Shi Wu Du terus saja mengerang. Membuat Pei Ming semakin bergerak cepat tanpa henti. Ia hentakkan dengan tempo yang berkali-kali lebih cepat dari pada sebelumnya. Bertujuan untuk cepat mengakhiri hasrat panas ini. Karena saat ini, jujur, Pei Ming hanya ingin menghabiskan waktunya bersama Shi Wu Du.
Hanya ingin mendekap tubuh lemah kekasihnya. Tanpa ada rasa nafsu. Hanya ada rasa cinta.
“Ahhh.. Pei.. Pei Ming ..”
Erangan itu terdengar sangat indah di telinga Pei Ming. Pei Ming suka. Tapi ..
Tapi Pei Ming benar-benar tidak bisa lagi melakukannya. Dia ingin menangis. Nafsu yang awalnya begitu terasa, kini semakin memudar. Ia melihat wajah Shi Wu Du semakin pucat dan berkeringat.
Dia ingin berhenti.
Dan pada akhirnya dia memang berhenti.
“Maaf.”
Shi Wu Du mendengarnya. Tapi dia tidak menjawab.
“Maaf aku ngga bisa lagi ngelanjutin.”
Shi Wu Du sedikit terengah-engah. Erangan indah kini tak lagi di dengar oleh Pei Ming. Sebagai gantinya, dia malah mendengar getaran nafas lemah milik Shi Wu Du.
Pei Ming mendekat. Berbaring di samping tubuh Shi Wu Du. Memandang dari samping wajah Shi Wu Du dan kemudian berkata, “Sayang, kita berhenti ya?”
Shi Wu Du hanya mengangguk pelan. Lalu dia menoleh dan mengecup bibir Pei Ming.
Mereka berpelukan. Begitu erat dan rapat. Pei Ming mengelus surai hitam Shi Wu Du. Memandangi wajahnya, berkaca-kaca. Hingga pada akhirnya air mata itu menetes.
“Hey, kamu nangis?”
Shi Wu Du tahu.
“Pei Ming, kenapa nangis?”
Pei Ming diam.
“Jawab aku. Kenapa kamu nangis?”
Pei Ming masih diam.
“Jangan nangis. Lihat aku.”
Shi Wu Du mengarahkan wajah Pei Ming untuk menatapnya. Lalu dia berkata;
“Kamu uda tau kan?”
Pei Ming tetap diam.
“Kamu tau. Iya kamu pasti tau. Qing Xuan pasti uda ngasih tau kamu.”
Pei Ming terpuruk. Dia ingin berbicara tapi lidahnya seperti hilang entah kemana.
“Jadi karena ini? Karena kamu tau aku sakit, kamu suka sama aku? Cinta sama aku?”
“Engga!” — Jawab Pei Ming secara tegas.
“Aku memang tau dari Qing Xuan tapi aku udah ngerasa aku cinta sama kamu sebelum Qing Xuan ngasih tau. Kamu harus percaya sama aku.”
Kali ini, giliran Shi Wu Du yang diam.
“Shi Wu Du, aku berani sumpah aku cinta sama kamu bukan karena penyakit kamu. Tapi karena memang aku cinta. Tolong percaya.”
Shi Wu Du menangis. Air mata bening itu jatuh perlahan diatas pipi halusnya.
“Please jangan nangis. Maafin aku. Aku cinta kamu, Shi Wu Du.”
Mengusap kasar air mata nya. Shi Wu Du sedikit tersenyum dan menjawab, “Aku titip Qing Xuan, ya? Jaga dia buat aku.”
Pei Ming diam.
Shi Wu Du diam.
Mereka hanya saling menatap satu sama lain.
Detik kemudian, Pei Ming menarik tubuh indah Shi Wu Du dalam dekapannya. Memeluknya begitu erat. Baru beberapa saat setelah itu, Pei Ming mengambil baju mereka yang berserakan di lantai. Memakaikannya pada Shi Wu Du dengan sabar dan lembut. Seperti dia tidak ingin jika helaian benang ini sampai menyakiti kulit Shi Wu Du. Baru setelah itu dia memakai baju nya sendiri dan kembali memeluk Shi Wu Du hingga keduanya terlelap.
Ruangan itu sangat sunyi. Hanya suara detik jam yang terdengar. Pei Ming terbangun dari lelapnya. Menatap sosok ranum yang sedang tidur di sebelahnya.
Tersenyum. Menghela nafas. Menunduk kemudian mengangkat wajah tampannya yang sekali lagi ingin meneteskan airmata.
Perlahan ia coba untuk membangunkan Shi Wu Du. Sudah waktunya dia bangun untuk pulang. Sudah waktunya Shi Wu Du beristirahat di tempat yang lebih baik dari pada di kamar minimalis Pei Ming.
Pei Ming mencoba mengelus pipi halus Shi Wu Du. Membisikkan perlahan sebuah kata;
“Sayang, bangun. Waktunya pulang.”
Tidak ada jawaban.
Sekali lagi, “Sayang, Shi Wu Du, ayo bangun.”
Masih tidak ada jawaban.
Sekali lagi, kali ini dengan mencium pipi lembutnya.
“Shi Wu Du, liat aku. Ayo bangun, buka mata kamu.”
Tidak ada jawaban. Bahkan nafas pun, juga tidak ada.
Hilang.
Pergi.
Tanpa suara.
Hening.
Pei Ming terdiam.
Menatap dalam pada wajah cantik itu. Wajah itu, dingin. Wajah itu, pucat. Wajah itu, memutih. Wajah itu, tak lagi hidup.
Mati.
Kekasihnya telah pergi.
Pei Ming.
Dia tidak bergerak. Masih tersipu lemah dihadapan kekasihnya yang telah pergi.
Pei Ming.
Masih menatap wajah cantik Shi Wu Du yang kini tak bernafas.
Pei Ming.
Tanpa suara. Tanpa gerakan. Kini merasakan sesak, sakit, gemetar. Seperti separuh nafasnya telah dicabut oleh sang penguasa surga.
Pei Ming.
Meneteskan begitu banyak airmata. Tidak bisa menjerit hanya bisa menahan sesak yang seperti mengiris dadanya.
Perih.
Luka.
itu adalah semuanya yang saat ini sedang ia rasa.
“Shi Wu Du.”
“Shi Wu Du.”
“Shi Wu Du.”
“Aku cinta kamu.”
FIN.